30 Jam Indonesia-US bersama bayi 3 bulan

Agustus 2022 lalu, ketika berangkat ke US untuk studi lanjut, belum kebayang gimana cara Istri bisa ikut nyusul. Setahun kemudian, alhamdulillah istri dapat beasiswa Fulbright, nyusul studi, di kampus yang sama. Dan alhamdulillah juga, kami dikaruniai putri pertama kami. Dua nikmat yang terasa besar, tapi juga penuh tantangan, khususnya bagi istri yang selama setahun ini nggak bisa saya dampingi selama hamil.

Dan salah satu tantangan yang mau saya share adalah, Agustus 2023 lalu, kami harus bawa bayi yang usianya baru 3 bulan terbang lebih dari 30 jam dari Indonesia ke US.

Total bawa 3 koper besar masuk bagasi, 1 koper kecil dan 1 backpack untuk keperluan bayi masuk kabin, dan 2 backpack untuk keperluan saya dan istri

Sebelum Keberangkatan

Paspor dan Visa

Saya ambil izin sebulan untuk pulang ke Indonesia, untuk nemani istri lahiran dan juga untuk bantu menyiapkan dokumen-dokumen bayi. Dua dokumen pertama yang perlu disiapkan jelas adalah Visa dan Paspor. Karena waktu saya yang mepet, kami harus ngurus paspor bayi saat bayi berusia 2 minggu.

Alhamdulillah karena bayi jadinya kami dapat banyak prioritas pas itu. Tidak perlu atur jadwal online dan di lokasi juga cuma antri sebentar. Proses foto agak bikin heboh petugas imigrasi mungkin karena juga jarang-jarang ada yang bikin paspor untuk bayi.

Untuk Visa US, status saya adalah Asisten Riset di kampus US, jadi saya dapat visa F1, sedangkan istri saya yang dapat beasiswa Fulbright dapat visa J1. Untuk bayi, sebenarnya punya dua opsi untuk dijadikan “dependent” saya (visa F2) atau istri saya (visa J2). Tapi karena saya sudah keburu harus balik ke US, dek bayi jadinya kami ajukan visa J2 dibantu oleh Fulbright. Alhamdulillah proses pengurusan visa bayi di Jakarta bisa dilakukan tanpa perlu ajak bayi.

Catatan: Yang juga agak susah ternyata itu standar foto Visa US untuk bayi. Foto pertama yang diajuin sempet kena tolak entah karena alasan warna latar kurang putih. Saran saya bener-bener harus ke tukang foto yang paham standar foto Visa US. Dan kitanya juga harus pelajari gimana foto Visa US untuk bayi itu harusnya.

Barang Bawaan Bayi

Detail lengkap barang bawaan bayi istri saya lebih ngerti daftarnya. Tapi intinya, kami menyiapkan 1 koper kabin dan 1 tas tenteng khusus untuk perlengkapan bayi (diapers, baju ganti, dll). Tas tenteng ini lumayan bermanfaat kalau misal bayi perlu ganti diapers di pesawat, jadi nggak perlu sampai bongkar koper. Sedangkan yang di koper diisi lebih lengkap. Waktu itu istri udah hitung bener berapa kira-kira keperluan baju dan diapers bayi selama perjalanan, tapia masih sempet hampir meleset karena “kejadian” di bawah. Dan karena bayi masih usia 3 bulan, kami nggak nyediain banyak mainan-mainan yang selain bisa menuhin ruang koper juga bisa jadi nggak terlalu ngefek.

Pesan Basinet di Pesawat

Kami berangkat naik dua maskapai, ANA (Jakarta-Jepang) dan United (Jepang-US). Di kedua maskapai tadi, untuk pesawat jauh, mereka menyediakan Bassinet, sejenis kasur kecil, untuk bayi. Kita bisa pesan bassinet secara gratis lalu nanti kursi kita akan disesuikan dengan posisi bassinet di pesawat.

Yang jadi masalah adalah: 1.) untuk pesan bassinet kita harus Telpon, nggak bisa klak-klik dari web terus beres. 2.) Pesan bassinet nggak boleh mepet, maksimal H-1 atau H-2 tergantung maskapai. Dan 3.) karena waktu itu kami perlu konfirmasi dulu ke travel Fulbright sebelum beli pesawat, kami baru bisa pesen pesawat hari Jumat, untuk keberangkatan Senin! Ini bikin saya harus pesan maksimal hari Sabtu. Suramnya, ketika saya mau pesen bassinet, kantor admin di Indonesia kedua pesawat itu sudah tutup akhir pekan. Mau nggak mau kami harus telpon internasional untuk pesan bassinet.

Untuk yang United airlines, alhamdulillah tidak terlalu sulit, telpon sekali nyambung dan langsung clear. Yang ANA, sampai hampir nggak tidur telpon CS nya sama sekali nggak diangkat! cuma bilang “Mohon tunggu akan kami sambungkan” terus dari jam 4 sore sampai jam 4 pagi. Setelah browsing-browsing jadi tahu, karena ANA ini maskapai jepang, nomor telepon bahasa Inggrisnya emang sibuk bukan main. Jadi disaranin telepon ke nomor lokal (yang nggak bisa karena sudah tutup karena weekend) atau telepon ke nomor bahasa selain Inggris (lah!).

Alhamdulillah dibantu sama temen (special thanks to Wawan T.T) yang lagi studi di Jepang untuk telpon ke nomor ANA yang bahasa Jepang. Wawan bantu ngurusin bassinet untuk pesawat ANA. Alhamdulillah solved.

Keliling bandara di Washington buat cari tempat sholat dan menyusui

Di Perjalanan

Stroller

Kami bawa stroller lipat yang ternyata manfaat banget. Stroller ini bisa dibawa sampai ke depan gate (atau bahkan pintu masuk pesawat). Sebenernya sempet ngira bakal boleh masuk kabin karena strollernya juga ukurannya kecil kalau dilipet jadi kebayang bisa masuk kabin, tapi ternyata enggak boleh. Kayaknya bukan karna salah ukuran tapi petugasnya ngira/ngerasa umumnya stroller berhenti di gate. Waktu itu kami nggak maksa atau tanya untuk bawa stroller ke kabin, toh sama aja.

Di Pesawat

Ketika perjalanan dari Jakarta-Jepang naik maskapai ANA alhamdulillah lancar-lancar. Bayi banyak tidur karena bassinetnya juga nyaman. Bassinet ada di sisi yang tiga kursi (pesawat internasional biasanya kursinya 3 di sisi kiri, 4 di tengah, 3 di sisi kanan pesawat) dan posisi kursi sebelah kosong jadinya bisa buat naruh-naruh tas barang-barang bayi.

Tapi, ketika perjalanan dari Jepang-US kami naik maskapai United, ini ada beberapa masalah. Pertama, posisi bassinet ada di sisi tengah pesawat (4 kursi) dan posisi bassinet agak di tengah. Jadi kerasa banget dua orang yang duduk disebelah kami secara eksplisit ngasih ekspresi nunjukin nggak suka dengan kami yang banyak gerak ngurus bayi di bassinet. Kedua, bassinetnya nggak nyaman banget. Bahannya enggak lembut dan desainnya agak “aneh” jadi bikin bayi nggak betah. Kami sebenernya udah bawa selimut sama kain-kain untuk mengatasi yang masalah bahan nggak nyaman, tapi yang masalah desain ini bener-bener nggak solve. Jujur nulis ini udah agak lama jadi lupa apa yang bikin ngerasa desainnya aneh, cek galeri juga nggak sempet ngefoto ternyata :/ nanti kalau inget ditulis menyusul.

Masalah ketiga di penerbangan Jepang-US ini adalah AC nya super dingin. Dinginnya AC ini bikin bayi jadi BAB terus-terusan. Karena pengalaman pertama, awalnya bingung apa ya yang bikin dek bayi kok BAB terus. Awal-awal, bisa dibilang tiap 30 menit harus ke toilet nggantiin diapers. ini udah bikin deg-degan karena stok diapers dan baju ganti hampir habis padahal perjalanan masih 7 jaman. Setalah agak menduga-duga, kami sadar ini pengaruh AC nya.

Akhirnya selama perjalanan Jepang-US kami nggak pakai bassinetnya. Dek bayi kami gendong sambil selimutin tebel biar anget. Gantian saya sama istri biar bisa istirahat.

Antrian Imigrasi

Pas di imigrasi bandara di Jepang waktu mau transit, kami bener-bener nggak nyangka kalau antrian imigrasi bisa lama banget. Bayangin antri di ruang yang sempit, berdiri kayak hampir dua jam. Saya sama istri sih nggak terlalu masalah, tapi deg-deg-an banget kalau bayi tiba-tiba rewel. Alhamdulillah sampai selesai antrian bayi tenang-tenang aja di stroller. Pas di imigrasi US, alhamdulillah antriannya nggak terlalu panjang jadi alhamdulillah nggak se-deg-deg-an ketika di Jepang. Ini bisa jadi catetan buat persiapan lebih.

Yang dibawa-bawa keliling bandara

Transit

Di Jepang kami transit lumayan lama, kayaknya sekitar 7-8 jam, dan ya nggak bisa dihindari ada momen-momen bayi akan rewel dan nangis. Untungnya kita berhasil nemu spot di bandara yang nggak terlalu rame dan lumayan luas areanya. Saya dan istri terus cari cara buat ngehibur sekaligus mengistirahatkan diri.

Sempet baca-baca di internet: disarankan untuk infant (bayi yang baru lahir) disaranin cari penerbangan yang transitnya pendek, sedangkan kalau untuk toddler (sekitar 1 tahun ke atas) disaranin cari yang transitnya panjang karena mereka bisa istirahat dan main. Dari pengalaman kemarin agak setuju kalau lihat dari sisi bayinya, transit panjang bikin waktu travel tambah panjang. Tapi kalau dari sisi orang tua, transit bisa jadi waktu untuk menghela napas dan nata perlengkapan bayi. Kalau waktu transit terlalu mepet juga takutnya kalau ada kendala di imigrasi bisa ngefek ke penerbangan selanjutnya.

Ruang Menyusui

Ketika di jepang, kami ngerasain banget manfaat dari ruang menyusui. Selain bisa buat nyusuin dek bayi juga bisa dipakai sekalian untuk beberes semua keperluan bayi, nata ulang koper, ngecharge hp, dan sebagainya. Tapi setelah mendarat di US, pakai ruang menyusui jadi nggak simpel.

Sesampai di US transit dulu di bandara Washington. Dan baru sadar kalau ruang menyusui di US itu kebanyakan dikunci. Dan untuk bukanya harus cari security. Kemarin pas di Washington udah coba tanya ke security, tapi nggak jelas apa alasannya (ini faktor bahasa inggrisku juga) yang intinya mereka nggak bisa bukain ruang menyusui. Ini bikin ribet banget 🙁

Setelah di US

Masih banyak yang harus diurus sesampainya di US, dan mungkin akan cerita lain waktu. Mulai dari harus nyiapin car seat khusus bayi di mobil, transfer dokumen vaksin (ini perlu nyiapin dari Indonesia), daftar daycare dengan syarat-syaratnya, daftarin bayi ke klinik, sampai beli alat-alat persiapan bayi yang emang nggak bisa semuanya bawa dari Indonesia (fyi, baju bayi mahal banget di US, alhamdulillah istri udah nyiapin baju-baju sampai usia sekian tahun dan bawa dari Indonesia).

Semoga bermanfaat.

beberapa hari setelah landing, ngajakin istri dan bayi lihat-lihat sekitar

By Rian Adam

Student at University of Central Florida; Lecturer at Universitas Islam Indonesia; Machine Learning Enthusiast;

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *