Mendarat di Orlando, Florida

Alhamdulillah, tahun ini, 4 agustus 2022, saya memulai hidup baru sebagai mahasiswa S3 di University of Central Florida (UCF), Orlando, Florida. Di artikel ini saya mau sedikit share pengalaman apa-apa yang saya lalui sejak pengumuman hingga akhirnya mendarat di Orlando, Florida. Semoga bermanfaat dan juga jadi kenangan saya sendiri. Karena ada banyak cerita susah senang selama persiapan ini.

Dokumen-dokumen

Saya dapat pengumuman sekitar akhir Februari 2022. Tanpa menunda-nunda, saya mulai pelajari dan menyiapkan dokumen-dokumen untuk studi. Untuk kuliah di US, secara umum sama, urutannya kira-kira gini:

Pertama-tama kita harus minta surat/form I-20 yang dikeluarkan Univ. Surat ini menyatakan kita akan studi kapan dan skema pembayaran biayanya seperti apa (mandiri/beasiswa). Dulu untuk dapat surat ini saya harus “minta” melalui form yang disediakan, lalu surat akan dikirim UCF langsung ke rumah saya di Klaten. Setelah dapat surat itu, cek, tanda tangani, lalu kita bisa mulai lanjut ke tahap selanjutnya, yakni bayar SEVIS.

SEVIS bisa dibayar langsung di web resminya. Biaya SEVIS ini sederhananya kayak biaya registrasi untuk mendaftarkan nama kita ke database pemerintah US. Setelah punya bukti pembayaran SEVIS, kita baru bisa mulai mengajukan permohonan Visa dengan mengisi form yang super panjang dan detail di webnya. Kalau ada yang tanya bagaimana cara mengisi form Visa, sudah ada banyak contoh di internet, pastikan saja mengisi sejujur-jujurnya dan selengkap-lengkapnya.

Saya wawancara visa di Surabaya sekitar akhir Mei. Agak deg-degan karena khawatir ditolak. Kesan pertama pas dateng ke konsulat waktu itu adalah penjagaannya ketat banget. Kita cuma boleh bawa masuk dokumen yang perlu. Bahkan tas aja kita nggak boleh bawa masuk. Ini sempet ngerepotin karena saya ke sana naik motor. Selain nggak ada parkiran, saya jadi bingung gimana cara nyimpan tasnya.

Kalau kata temen, untuk visa pelajar, kita harus bisa meyakinkan interviewer kalau kita tidak akan lanjut kerja di US setelah studi. Dan beneran saja, waktu itu saya ditanya seputar rencana kerja setelah studi. Kalau buat saya ini tidak terlalu sulit, karena tinggal menunjukkan surat kontrak kerja dari kampus yang mengharuskan saya kembali setelah studi.

Visa baru bisa diterbitkan kalau sudah masuk 120 hari sebelum tanggal keberangkatan. Jadi ya kemarin pas bikin dapat info dari interviewer kalau permohonan Visanya diterima tapi belum bisa diambil karena harus nunggu H-120 dulu. Setelah masuk H-120, pihak konsulat akan mengirimkan Visa ke alamat pengiriman.

Selama prosesnya, beberapa biaya yang kemarin saya bayarkan:

  • Biaya SEVIS / I-901
  • Biaya pendaftaran Visa
  • Biaya tambahan kalau Visa F-1 (visa studi) ini harus cash

Lupa detailnya, tapi yang saya ingat total habisnya cukup banyak, kira-kira habis Rp10,000,000, atau bahkan lebih jika dihitung transport untuk urus Visa. Saya dapat kesempatan studi dengan beasiswa ORCGS Doctoral Fellowship dari UCF yang (sedihnya) tidak mencakup biaya transportasi dan urus visa. Proses ini dulu lumayan berat bagi saya.

Hikmah dari kejadian ini: menjadi pengingat, kalau memang tidak semua jalur beasiswa itu untuk semua orang. Jika tidak memungkinkan untuk beasiswa ini, InsyaAllah ada banyak jalan lain. Dan juga perlu diingat, terus berdoa dan percaya bahwa rencana Allah itu selalu terbaik.

Tiket

Drama biaya ngurus berkas biaya besar belum berhenti di Visa, biaya pesawat yang juga tidak ditanggung oleh UCF bikin saya lebih hati-hati untuk pilih-pilih penerbangan. Karena terlalu hati-hatinya, saya mantau tiket terus hampir tiap hari dan nggak beli-beli, sampai akhirnya masuk H-3 bulan dan semua harga tiket naik hampir 2x lipat! Mak deg.

Ternyata tiket pesawat H-3 bulan kurang sehari dan ketika masuk H-3 bulan bisa berubah total. Awalnya tiket pesawat ada di sekitar 10 juta rupiah. Tapi pas saya beli, rata-rata tiket sudah di atas 20 juta rupiah 🙁 Tiket paling murah pas itu tinggal Emirates, alhamdulillah ada sedikit promo untuk pelajar jadi ada potongan sekitar dua juta dan dapat tambahan jatah satu koper. Syaratnya, di bandara saya cukup menunjukkan form I-20. Bersyukur karena masih ada sedikit dana ngepas untuk beli tiket pesawat, tapi sedih karena gede buanget pengeluarannya. Bismillah, terus berdoa dan percaya bahwa rencana Allah itu selalu terbaik.

Apa yang dibawa

Saya dapat jatah bagasi 3×23 kg. Awalnya saya ngira itu berarti saya total punya jatah bagasi 69 kg. Ternyata enggak. Penerbangan ke Amerika pakai “piece concept” yang artinya 3×23 kg itu maksimal 3 koper dan masing-masing beratnya tidak lebih dari 23 kg. Saya tidak boleh bawa lebih dari 3 koper meskipun kecil-kecil, atau satu koper yang beratnya lebih dari 23 kg. Sayangnya saya tahu info ini juga telat, jadinya udah sempet beli koper ukuran gede dengan harapan awalnya bisa maksimalin satu itu.

Menikmati bakpia sambil nunggu pesawat di CGK

Setelah diskusi dengan teman-teman yang punya pengalaman di US dan sedang ada di US, saya sama istri memaksimalkan membawa bumbu-bumbu masak. Satu koper yang saya bawa isinya hanya bumbu dan bahan masakan semua. Saya menghindarin bawa olahan daging (abon, dll) karena kalau saya baca-baca katanya nggak boleh. Alhamdulillah berkat Istri, isian koper juga dibantu ditata rapi banget, setiap barang dikelompokin dan dikasih wadah, dicatat dan juga ditimbang, jadi tahu kalau semisal ada apa-apa kelompok mana yang perlu dipindah atau dikurangi.

Sebagian kecil bumbu masakan yang dibawa

Saya di US tinggal bersama keluarga orang Indonesia yang sudah lama di sini, jadi sebenarnya alat-alat masak juga sudah ada, tapi untuk jaga-jaga agar tidak terlalu merepotkan saya tetep bawa rice cooker kecil, piring, dan gelas plastik. Di kampus UCF ada yang namanya Pantry, di sini disediain macem-macem barang yang gratis dari makanan sampai alat-alat gede kayak mesin kopi atau TV. Ini lumayan membantu, karena kebanyakan alat bisa dicari di sini, misal sprei, kaos, dll. Beberapa barang lain juga saya putuskan untuk beli di sini karena kalau bawa bisa nambah berat dan penuh koper, seperti toples-toples (tapi siap-siap aja harganya akan mahal).

Jogja-Jakarta-Dubai-Orlando

Dengan total bagasi tiga koper (satu koper titipan temen) dengan total berat sekitar 60 kg, saya sempet bingung gimana cara saya ke Jakarta. Kalau naik kereta kok agak rumit banget bawanya, tapi kalau naik pesawat Garuda biasanya akan nambah buanyak biaya untuk tambahan untuk bagasinya (jatah bagasi Garuda hanya 1x20kg, tambahan 40 kg bisa tambah sampai Rp 3 juta). Tapi alhamdulillah, pas saya agak pasrah dan lihat-lihat situs Garuda, saya kok dapet info ada promo dari Garuda, diskon sekitar 80% untuk harga bagasi pesawat. Wow, rejeki banget.

Saya ngehindarin maskapai lain karena takut juga kalau ada apa-apa dengan bagasi saya. Perjalanan nanti nggak ada jeda banyak soalnya: dari Jogja ke Jakarta, jeda 5-6 jam untuk ganti pesawat Emirates, ke Dubai, transit 3 jam, langsung ke Orlando. Kalau ada apa-apa (misal koper rusak atau terlambat) padahal masih di Jakarta, ini bakal ngerepotin banget.

Pesawat Jakarta-Dubai, duduk dekat jendela bikin capek banget

Selama perjalanan, dari Jogja sampai Orlando, masih kebayang sedihnya harus pisah sama istri, dan rasa takut akan datengin negara orang. Pikiran ini muncul terus khususnya pas di pesawat karena kita cuma bisa diem ngelamun. Perjalanannya dari Jakarta-Dubai 8 jam dan dari Dubai Orlando sekitar 15 jam. Kalau perjalanan panjang gini saya saranin untuk duduk di sisi Aisle (deket jalan tengah) jadi seenggaknya kaki bisa selonjoran dan kalau mau ke toilet juga gampang. Pas perjalanan dari Dubai ke Orlando saya akhirnya beli paket wifi yang disediain Emirates. Harganya sekitar Rp90rb untuk unlimited text (Whatsapp, dll) jadi masih bisa chat-chatan sama istri dan keluarga di rumah.

Welcome to Orlando

Karena mendarat pertama di US saya adalah di kota Orlando, saya perlu melalui pengecekan oleh CBP (Custom and Border Protection) di sini. Kabar-kabarnya pengecekan ini paling ketat karena kita bakal ditanya-tanya apa isi koper. Kita harus mendeclare apa saja barang “berisiko” yang saya bawa. Kesalahan penjelasan bisa berakibat fatal. Ini bikin saya sebelumnya udah siap-siap latihan sama istri njelasin pakai bahasa inggris apa itu seblak dan gudeg yang saya bawa.

Awal masuk CBP, deg-degan, mereka pertama tanya-tanya seputar visa dan Form I-20, lalu seputar kuliah. Setelah itu, sudah, saya diizinkan masuk untuk ambil koper. Loh.. Sempet bener-bener bingung, eh ini beneran cuma gitu aja? apa nanti ada pos pertanyaan lanjutan? kok cepet banget, beda banget sama yang di cerita-cerita? Nggak ada tuh pertanyaan seputar isi koper? Bener-bener bingung. Sambil nunggu koper saya tetep ngerasa kayaknya bakal ada pos pertanyaan lanjutan, sampai akhirnya saya baru sadar, di belakang tempat ambil koper itu sudah pintu keluar bandara 😀 Ternyata ya sudah emang hanya begitu. (kata temen kemungkinan karena bandara di Orlando bukan bandara besar dan masih era Covid).

Ambil koper, belakangnya sudah pintu keluar bandara

Alhamdulillah mendarat dengan selamat di Orlando, Florida, dijemput oleh teman saya, diantar ke kampus untuk Sholat Jumat di mushola kampus.

By Rian Adam

Student at University of Central Florida; Lecturer at Universitas Islam Indonesia; Machine Learning Enthusiast;

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *